ページ

流れ星に夢を託して

<3 愛と一緒に来て、愛と話して、愛と生きて、と。。。私のためにはお前の愛だ :)) <3






流れ星の自己紹介

自分の写真
Taito-ku, Tokyo, Japan
これはあたしのブログ。 あたしは イヴォ です。十六ー歳 です。よろしくお願いします。:)

2012年4月19日木曜日

CERITAKU ~ Aku Emang Nyebelin !

Jujur, malam ini aku masih capek baru pulang dari ziarah makam bareng anak-anak Rohis dan Pramuka SMA-ku kemarin. Capeknya keliling-Jateng-Jatim-Madura dalam beberapa hari. Hufh~ tidur cuma di bis dan di teras masjid. Dinginnya masih kerasa nih sampe sekarang.
 Hemm.... asik sih kemaren ziarahnya. Tapi ada satu hal yang bikin aku males waktu ziarah kemaren. Kenapa aku tau hal ini setelah aku setuju ikut ziarah? Kak Via, kakak kelas aku yang juga panitia ziarah ini ternyata pacar orang yang aku suka yang sekarang sudah menjadi mantan aku. Hufh~ perasaan sedih, hancur, marah*ya gak juga sih*, kesel, semuaaaaaaaa jadi satu.


Hmm... kalo aja kak Via tau perasaanku yang sebenarnya. Tapi kan kedekatan aku sama Ian, si mantan gue yang sekarang menjabat jadi kekasih kak Via, lebih dulu dan lebih gimanaaa gitu. Hmm... ya gak tau sih menurut si Ian nya aja. Tapi emang sih, cowo gagah yang satu ini sangat pas jika dikasih lebel COWO "SUPERDUPER PLAYBOY"
Kalo kamu lihat si Ian sepintas, kamu bakalan tersepona deeh dijamiin.Apalagi waktu dia pakai baju ala Bhayangkara, kamu dijamin bakalan melongo. Hohoho... Kalo digali-gali lagi sih ya, ke-gagah-an si Ian itu ternyata berbeda 180 derajat sama hatinya. Mungkin cewe satu sekolahku pernah ditembakin sama dia. Hiiiiih hufh~playboy amit.
Tapi walaupun playboy, aku juga sebenernya sayang juga sama dia. Aku ada rasa gak rela kalo dia sama cewek lain. Rasanya pengen nangis. Tapi gue gak boleh nangis! Percaya deeh! hehehe...
Cewek cerewet, banyak bercanda, banyak ribut kayak aku ini waktu di bus sewaktu ziarah katanya jadi mendadak 'pendiem' loh. ekekek. Yaaa,,, mungkin aja ini gara-gara aku nggak mau lihat kak Via. Lagian aku sedih sih kalo lihat kak Via. Keingetan terus kalo kak Via tuh pacarnya Ian.
Selama ziarah, aku terus ngehindar dari kak Via. Waktu perjalanan naik tangga menuju makam Sunan Muria apalagi, tangganya tinggiiii banget, jauhnya satu kilometer! Lah si kak Via dibelakangku terus. Aku ngrasa gimanaa gitu. Aku percepat langkahku walau capek banget naiknya.
Aku bete abis. Sampai-sampai aku kaya orang ilang kemana-kemana sendiri.
Tapi waktu itu...sewaktu rombonganku sudah selesai berziarah di Sunan Drajat, aku sedang melihat artefak seperti panggung yang digunakan para sunan untuk bermusyawarah aku membaca sedikit sinopsisnya...
"Hah, buset dah itu abad berapa?? XVI???" aku bertanya entah kepada siapa, siapapun yang mendengar.
"Abad 16." ada suara wanita yang menjawab.
"Wow bujubuneng kok masih yah, padahal udah ratusan tahun nih...!" seru ku.
"Iya, ayo jalan udah ditinggal tuh." Lalu wanita itu menggandeng aku.
Tak kusadari bahwa yang menggandeng tanganku adalah kak Via! Aku bergemetar sedih. Rasanya ingin sekali aku hentak lepas tangan ini yang digandengnya. Tapi aku juga tidak enak sama dia. Masa sih tiba-tiba aku kaya gitu. Entar sih ketauaan.
Pokoknya gue teriak di dalam hati kalo gue gak boleh sedih! Tapi ya gak tau kenapa sedih terus.
Sampai akhirnya, lamunanku tentang saat-saat ziarah itu terlarut oleh tidurku.
***
"Ian?" tanyaku kepadanya yang sedang duduk di kursi taman.
"Hmm? Ada apa, Fah?" tanyanya tak lepas dari senyuman yang indah.
"Sendirian aja? Kok ngga sama kak Via?" tanyaku bergemetar.
"Enggak, udah putus." jawabnya singkat.
"Loh? Putus kapan?"
"Kemarin."
"Kenapa? Hmmm... pasti kamu dah punya yang lain, ya? Wuuuu..."
"Hehehe.. tau aja kamu. Tapi aku masih sayang banget sama mantan aku."
Aku tertegun. Mantan? Mungkinkah itu diriku? Oh, tentu saja tidak di benakku. Dia 'kan mantannya banyak, jadi bukan cuma aku yang sudah pensiun jadi pacarnya.
"Hehe.. pasti anak SMP 80 itu ya?" tanyaku nyesek .
Dia seketika membungkam mulutnya, tak menjawab pertanyaanku. Apakah mungkin dia jadi galau setelah aku tanya mantannya yang anak SMP 80 itu ya? Aduuh, jadi ngrasa bersalah deh.
"Aku pulang." dia berpamitan singkat.
"Eh, lho? Oh, ya ya hati-ati, ya!" Aku mengkhawatirkannya.
Belum sempat aku meninggalkan kursi taman itu, terlihat beberapa orang berlarian menuju jalan di arah belakangku. Secara, kalau ada ramai-ramai pasi kita pengin tau donk apa itu. Serentak aku ikut menuju jalan itu dengan langkah penasaranku.
"IIIAAAAN!!!!!" Aku berteriak histeris saat melihat tubuh Ian tergeletak di tengah jalan berlumuran darah dikelilingi darah yang berceceran.
"DAMEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!" ("NOOOOOOO!!!")
***
"DAAAMMMEEEEEEE!!!!!! IIAANN IKANAAAIII!!!!!!" 
Glek. Aku terdiam. Aku melihat jam di dinding dalah pukul dua dini hari. Aku membanting badanku ke kasurku. Aku tak berkutik apa-apa. Yang di pikiranku sekarang adalah berkali-kali aku mengucap syukur dalam hati karena itu semua hanya mimpi.
Aku hadapkan posisiku ke sebelah kanan. Yang terlihat adalah fotoku dengan Ian sewaktu masih bersama. Aku tak sanggup membuang foto itu, tapi aku juga tak sanggup jika membuang semua kenangan yang sudah ada.
Bayang-bayang Ian seakan tak hilang dari pandanganku. Saat-saat aku bersamanya, memeluknya, memegang tangannya, dan... uuh... yang tak bisa ku lupakan adalah sewaktu... aarrghh!!! Lupakan....
***
Hari ini masih libur, sinar mentari pagi menyelip di antara kedua korden jendela kamarku yang masih tertutup.
Aku bangkit, lalu ku buka jendela kamarku. Sreeek... mentari pagi ini begitu bersemangat untuk menyinari buminya. Aku bergegas mengambil handuk dan mandi.
Rasanya habis mandi itu segerrr banget. Aku langsung turun ke lantai bawah untuk membuka dan memakan jajanan yang aku bawa sepulang  ziarah. Baru saja aku turun, bibi menghampiriku membawa sepucuk surat beramplop putih, "Non Ifah, ada surat..." bibi memberinya pada ku.
"Dari siapa nih, Bi?" tanyaku penasaran sembari menerima surat itu dari bibi.
"Aryo Gunawan... untuk Narifa Zulaikha?"
"Dari siapa, non?"
"Ah, aaa...nuuu... d-dari teman lamaku kok, bi..." aku gagap. Aryo sebenarnya bukan teman lama ku. Melainkan ia mantan kekasihku setahun yang lalu.
Aku bergegas naik ke lantai atas menuju kamarku. Setelah pintu aku tutup rapat dan menguncinya, aku baru membuka isi surat itu. Dan... kubuka....

Dear : Narifa Zulaikha
From : Aryo Gunawan

Hai Ifah! Apa kabar? Baik-baik saja 'kan? Aku juga begitu kok...
Oh iya, gimana pengalaman di SMA barumu? Gimana rasanya mengenakan seragam putih abu-abu? Seru 'kan? Aku juga, di Bandung ini seruuu banget. Ceweknya cantik-cantik lagi... hehehe
tapi kecantikan cewek di sini ga kaya cantiknya kamu, Fah....
Fah, jujur aku kangen banget sama kamu. Kangen sama kamu yang dulu juga. Aku di sini masih sayang sama kau walaupun kita jauh. Aku harap, kamu mau jadi pacarku lagi?
Sekian dulu ya, aku masih banyak tugas nih. Kamu juga 'kan pastinya?
Bye.... :)
Aryo Gunawan

OH NO! Aryo mengajakku balikan? Aku bingung harus menjawab apa. Aku masih mencintai Ian, tetapi Ian sudah mempunyai kak Via. So, gue harus cari penggantinya.Tetapi aku sudah tidak lagi menyukai Aryo. Lagian aku dan Aryo terpisah ruangan, dia di Bandung dan aku masih tetap di kota ini.

*seminggu kemudian*

Aku semakin kesepian. Semakin terpuruk dengan semakin mesranya Ian dan kak Via. Ian memang teman seagkatanku, tetapi dia ngegandeng kak Via yang justru kakak kelas yang lebih tua setahun dari dia. Di benakku, terpikirkan untuk mencari lelaki pengganti Ian. Tetapi siapa? Belum ada yang mampu menggantikannya selama 5 bulan setelah aku berpisah dengannya.

Shiiiing... seperti ada yang terselip di pikiranku. ARYO! Seminggu sudah dia memintaku untuk kembali, tetapi belum juga aku balas. Oke, aku akan membalas dan aku akan menerimanya kembali. Siapa tahu, Aryo bisa jadi penggantinya Ian dan aku bisa kembali sayang sama Aryo.

Waktupun menjelma pagi hari. Hari ini aku harus berangkat sekolah. Rasanya malas tetapi bercampur senang. Karena aku sudah tak sendiri lagi. Aku mencantumkan nomor HP-ku di surat balasanku, sehingga aku dan Aryo bisa berkomunikasi karena kami sama-sama tidak punya Facebook atau Twitter. Aku titipkan surat itu kepada pak Soso, sopirku untuk mengantarkan surat itu ke kantor pos.

Di sekolah, tepatnya pada waktu istirahat, waktu yang sangat ku tunggu-tunggu aku kembali mengunjungi kantin bakso sekolah favoritku. Tapi tak di sangka, di kantin itu aku bertemu seseorang yang tak ingin aku lihat. Ian. Dia tidak bersama kak Via. Dia hanya bersama teman-teman segerombolannya.
Tapi, aku aneh, aku tak bisa memalingkan pandanganku dari Ian. Sungguh sangat sulit. Sesekali aku melihat sudut lain, tetapi kembali pada sudut tempat Ian berada. Uuh, menyebalkan. Namun sebenarnya, aku tak ingin pindah pandangan. Karena aku ingin melihatnya selamanya. #PLAK! Gawat... dia malah balik memandangiku. Aduh aduh tampaknya dia berjalan ke arahku dan... "Hai, Fah..."
Oh noooo.... aku mati gaya pemirsa, "I-i-iyyaa...? Ada apa y-yah?" tanyaku kikuk.
"Dari tadi mandangin aku terus? Kenapa?"
"H-haahh?? G-gak k-kenapa-napa kok... G-gak m-mandangin, kok!"
"Yang bener?? Ya udah..."
Mendengar jawabannya yang singkat, aku langsung pergi tanpa menghabiskan bakso satu porsiku itu. Tenang aja, gue udah bayar kok... hehehe.

Aku berlari, berpaling darinya, seperti aku berpaling dari kenyataan ini.

Nafasku sesak, jantungku berdetak kencang, entah karena ngos-ngosan atau karena deg-degan. Aku perlahan berjalan menaiki anak tangga menuju kelasku. Dengan lesu aku berjalan melewati koridor yang banyak orang. Terlihat Meli yang sedang asyik online dengan komputer tabletnya yang baru. Aku pun menghampirinya.
"Meli, facebook nih ye..." godaku.
"Hari gini masih jaman facebook? Twitter donk..... hehehe" celotehnya.
"Apaan? Printer? Apa tadi?" tanyaku bingung plus penasaran.
:Twitter, sayaaaang.... Te We I I Te Te E Er! Masa ngga tau sih..."
"Aku nggak tahu benar. Aku 'kan ngga punya facebook apa-apaan tuh lah."
"Eh, nih aku udah follow twitternya Aryo, loh!" pamernya.
"Aryooo??? Mau mau liaaat!!!!" seruku.

Bersambung...



0 件のコメント:

コメントを投稿